Tesis — (Di balik Novel PULANG)

Sebuah pesan masuk di grup WA kelas, “Mahasiswa diharapkan mempersiapkan judul rencana tesis penelitian”. Demikian inti pesan tersebut.

Pemberitahuan tiba-tiba itu tentu saja mengagetkan kami. Terlebih aku sama sekali belum yakin betul dengan tesis yang bakal aku ambil. Rancangan aku masih sebatas pada tema dan itu seringkali meloncat dari satu tema ke tema lain. Selanjutnya, aku belum menemukan bentuk dan jalan seperti apa yang bakal dilalui tesis itu kelak. Dan demi sebuah profesionalitas (ini biar kedengaran keren aja), aku harus memaksa otak bekerja lebih keras dan lebih dini untuk memikirkan tesis. hahahah

Terus apa kaitan novel “PULANG” yang ditulis oleh Leila S. Chudori dengan tugas akhir (tesis) dan penelitian? Itu yang ingin aku curhatkan di ruang ini. Ngomong-ngomong tentang pulang, gemanya lebih terasa saat melakoni drama “anak rantau” sekarang dibandingkan dulu. Selalu ada kerinduan untuk pulang. Kekata “rumah adalah sebaik-baik tempat kembali” jauh lebih terjiwai sekarang dan menemukan tempat menetap di hati.

BUku

Kembali ke laptop, pemirsa. Perihal tesis dan pesan di WA, mereka seakan bersekongkol mengingatkanku pada novel “PULANG” yang saat itu baru selesai aku baca. Bahwa jangan sampai hanya karena persoalan waktu, tugas akhir bermuara pada akhir tanpa makna. Kalau mau berpikir lebih jauh lagi, penelitian itu bukan sebatas meneliti, tapi ia ibarat jalan menuju Tuhan. Demikian kata seorang Dosen yang hingga saat ini bisikannya masih begitu terasa di telinga.

Novel ini mengangkat kisah para eksil politik era orde baru yang lekat dengan era bersih diri dan bersih lingkungan. Karena bersih-bersih ini, para eksil politik tersebut harus merasakan hidup jadi buronan dan hidup di tanah sendiri dengan diteror rasa “ketidakamanan” sehingga harus mengasingkan diri ke negeri orang tanpa tau kapan akan kembali menghirup udara dan mencium bau tanah tanah air tercinta. Ironisnya, kisah pahit itu tak hanya dialami oleh mereka yang dicurigai mencoba melawan Pemerintah berkuasa. Keluarga mereka pun tak luput menjadi korban dan harus merasakan ketidakadilan hidup serta tersingkir dalam masyarakat. Mereka turut menanggung dosa turunan yang bahkan kadang mereka sendiri tak ketahui dengan menjadi korban perilaku tak berperikemanusiaan.

Kisah dalam novel ini terbagi tiga. Dimulai dari kisah perjalanan Dimas Suryo beserta rekan-rekannya sesama eksil politik. Mereka bahkan harus rela menghabiskan sisa hidup di Prancis karena kemustahilan bagi mereka untuk kembali ke Indonesia. Untuk mengobati kerinduan pada Indonesia, Dimas Suryo bersama tiga orang temannya mengelola restoran tanah air di Prancis.

Kisah kedua menceritakan tentang Lintang Utara, anak perempuan semata wayang Dimas Suryo. Perempuan muda tersebut berhasil masuk ke Indonesia di saat kondisi negeri ini sedang bergejolak demi menyelesaikan tugas akhir. Selanjutnya. kisah terakhir menceritakan tentang Segara Alam. Seorang pemuda yang bersama-sama dengan Lintang menjadi saksi mata kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia dan kejatuhan Presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun. Kisah ini pun tak luput menceritakan kehidupan romantisme anak muda yang penuh dengan gejolak dan gairah.

“Tak inginkah kau menjenguk kembali asal mula dirimu?”. Kata itulah yang dikatakan Pembimbing Lintang, Monsieur Dupont tentang tugas akhirnya. Tugas akhir yang kemudian membawa Lintang Utara ke Indonesia. Tanah yang selama ini dirindukan Ayah dan Om-Omnya di Prancis. Dan di tanah ini pula ia kemudian bertemu dengan seorang lelaki bernama Alam. Sembari riset dan merekam tugas akhir, Lintang memetik makna I.N.D.O.N.E.S.I.A. Dan berawal dari tugas akhir itulah, ia menyatu raga dengan Indonesia.

Novel itu rupanya menimpakan sesuatu di kepala ku. Apa kabar dengan tesismu, Eva? Maukah kau melahirkan tugas akhir seperti Lintang? Kamu tak perlu membuat tugas akhir sampai harus mempertaruhkan nyawa seperti yang dilakukan Lintang. Ingat apa yang dibisikkan dosen di ruang kuliah? Indonesia punya budaya sendiri. Sosiologi masyarakat Indonesia berbeda dengan negara lain. Lalu, latar belakang pendidikan yang saat ini kau tempuh, akuntansi, tak lain merupakan salah satu produk sosial. Coba pikirkan jenis penelitian yang mungkin untuk engkau lakukan.

Pulanglah, karena Indonesia tempat seharusnya kau kembali. negeri dimana kamu bisa bercengkrama dengan Tuhan.

Selamat datang, Tesis ….

Matematika, Nol dan Tuhan

Dulu, aku pernah bertanya-tanya jenis bacaan bagus tentang matematika. Iya matematika. Bukan matematika seperti apa yang selama ini diajarkan di sekolah dengan kesan berat dan membosankan. Aku mencari jenis buku untuk menemukan penjelasan alasan di balik kekata seorang Guru bahwa matematika merupakan salah satu induk pengetahuan selain Bahasa. Sebuah tanya yang kemudian sedikitnya jawabannya aku temukan setelah membaca novel berjudul “The House Keeper and The Professor”. Lalu pertemuan tanpa sengaja dengan potongan video sinau Sabrang (Noe “Letto”) di Youtube menguatkan suatu bagian dalam buku tersebut.

Buku tersebut telah mempertemukan titik masa pencarianku dengan masa saat membaca buku ini. Dan pertemuan itu kemudian membawaku pada satu titik pertemuan lain kala menonton video yang saya sebutkan di atas.

Buku ini berkisah tentang seorang Profesor Matematika yang kehilangan ingatan setelah mengalami kecelakaan. Ingatan professor kemudian hanya mampu bertahan selama 80 menit dan setelah itu ingatannya akan kembali ke titik nol atau dengan kata lain kejadian yang ia alami selama 80 menit sebelumnya akan ia lupa. Untuk mengakali sakitnya itu, ia menulis berbagai hal penting dalam beberapa carik kertas yang kemudian ia tempelkan ke jas tua yang sering ia gunakan.

Selain Profesor, dua tokoh penting dalam cerita ini adalah perempuan muda yang bekerja di rumah sang Profesor sebagai pembantu bersama dengan anaknya berusia 10 tahun yang oleh Profesor diberi nama Root karena kepalanya menyerupai bentuk akar. Berbagai rahasia matematika diceritakan sang Profesor kepada si house keeper dan anaknya. Ia selalu antusias ketika berbicata tentang matematika dan mengenalkan Ibu dan Anak itu dengan berbagai bilangan yang oleh banyak orang dianggap hanya bilangan semata. Bagi Profesor, beberapa bilangan memiliki hubungan istimewa dan punya makna tak biasa. Dan salah satu bilangan kesayangan bagi lelaki tua itu adalah bilangan prima.

Kebiasaan sang Profesor bercerita tentang angka kepada Sang House Keeper mendorong perempuan tersebut untuk perlahan mencintai matematika hingga bahkan tak henti mencari tau sendiri jika ada sesuatu yang belum tuntas dijelaskan oleh sang Profesor. Hal ini bukan hanya dilakoni oleh sang Ibu tapi juga oleh sang anak. Saat membaca buku ini, pembaca akan disuguhi angka-angka yang terlihat rumit namun sebenarnya punya pola sederhana.

Hal menarik dalam buku ini adalah kemampuan penulis membincang tentang matematika dalam sisi berbeda. Matematika melalui Profesor sebagai ahli matematika dianggap sebagai catatan Kebenaran Tuhan. Sehingga untuk setiap rumus matematika yang belum terpecahkan ibarat kebenaran Tuhan yang belum ditemukan.

Berbicara tentang Tuhan dan Matematika, ada satu hal yang kemudian mengusik hati ku. Saat muncul dialog antara Sang Profesor dengan Sang house keeper yang membahas tentang “nol”. Dialog itu berawal dari sini.

House Keeper : “Aku merasa kosong saat Root tidak ada di sini”

Prof : “Jadi kau berkata ada sebuah nol dalam dirimu?”

“Nol”, yang oleh orang-orang Yunani kuno dianggap tidak penting karena tidak perlu menghitung sesuatu yang tidak ada. Namun, temuan Ahli matematika India tak dikenal itu tentang angka nol nyatanya sangat penting. Setidaknya ia memudahkan kita saat menghitung angka 308 yang terdiri dari tiga 100, tidak ada 10, dan delapan 1. Puluhannya kosong, dan angka 0-lah yang memberitahu itu.

Lalu oleh Profesor lebih lanjut dijelaskan bahwa hal paling menakjubkan dari nol bukan karena bilangan itu adalah symbol atau perhitungan, tetapi ia sendiri merupakan bilangan nyata. Itu adalah sebuah bilangan yang jumlahnya satu lebih kecil daripada satu, bilangan asli terkecil.

Penjelasan Profesor tak berhenti sampai di situ tentang angka 0, namun bagian ini cukup menarik perhatianku terutama ketika mencoba menghubungkan dengan video Sabrang (Noe “Letto’) yang tanpa sengaja aku temukan melalui Youtube sesaat setelah baru saja selesai membaca buku tersebut. Video itu membincang tentang mengenal Tuhan melalui teori Matematika. Dan pada suatu bagian dalam video tersebut juga membahas tentang nol. Bahwa apapun yang dipangkatkan dengan nol hasilnya 1. Lalu oleh Sabrang diartikan bahwa kalau ingin bertemu dengan yang namanya Satu, Tunggal, Tauhid, manusia jangan membawa pangkat apa-apa, hanya membawa nol, pasrah.

Inilah salah satu bentuk matematika sebagai kebenaran catatan Tuhan sebagaimana Bahasa dalam novel tersebut. Bahwa untuk bertemu dengan Tuhan manusia harus siap menjadi nol, merasa kosong, pasrah. Dan di sinilah aku menemukan hubungan antara buku dan video tersebut tentang Tuhan dan Matematika. Dan jawaban atas pertanyaan yang muncul karena pernyataan seorang guru.

Materi Kelas Motivasi (KeMot) 10

Selamat malam teman-teman. Perkenalkan saya Eva Musdalifa, biasa dipanggil Eva asal dari Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saya mengambil jurusan akuntansi dengan konsentrasi akuntansi syariah di Universitas Brawijaya, Malang. Perkuliahan saya baru dimulai awal bulan september ini dan sebelum kuliah saya mengikuti pelatihan TOEFL (Pengayaan Bahasa) di Universitas Hasanuddin yang difasilitasi oleh LPDP.

Meski baru menikmati asam, manis, pahit, pedihnya jadi mahasiswa magister namun tak sedikit pengalaman telah saya dapatkan sebagai penerima beasiswa khususnya  LPDP, salah satunya dipertemukan dengan orang-orang hebat dan punya semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan. Saya yakin teman-teman di forum ini pun punya asa yang sama untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Untuk itu, hari ini saya ingin berbagi tentang “Siapa pun bisa melanjutkan pendidikan dengan beasiswa”. Semoga pengalaman yang saya bagikan ini bisa memberikan manfaat untuk teman-teman.

Sebelumnya saya ingin menyampaikan pandangan saya mengapa melanjutkan pendidikan itu penting.

Bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi tentu menjadi impian banyak orang. Alasannya tentu beragam tergantung peruntukan dari ilmu yang diperoleh itu hendak digunakan untuk apa. Melihat semakin tingginya tingkat persaingan dalam dunia kerja dan tingkat pendidikan menjadi salah satu persyaratan paling umum dalam sebuah perekrutan pekerja maka tak heran jika memperbaiki karir pekerjaan menjadi salah satu alasan untuk melanjutkan pendidikan.

Selain itu, keinginan untuk mendalami suatu keilmuan juga menjadi salah satu alasan tak kalah penting seseorang melanjutkan pendidikan. Dunia pendidikan bisa menjadi salah satu tempat jawaban dari kata-kata “setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru” ditemukan. Mengapa? Karena melalui pendidikan kita akan dipertemukan dengan orang-orang baru dengan pengalaman dan kapabilitasnya masing-masing dan pada kesempatan seperti inilah orang-orang yang haus akan ilmu dapat kesempatan belajar banyak hal terutama untuk bidang keilmuan tertentu.

Alasan lainnya adalah bahwa majunya suatu bangsa bisa dilihat dari tingkat pendidikan, semakin mendorong banyaknya generasi bangsa melanjutkan pendidikan dengan harapan bisa membawa perubahan bagi Indonesia untuk menjadi lebih baik.

Hasrat untuk melanjutkan pendidikan tak serta-merta berjalan mulus. Permasalahan klasik bagi orang-orang yang ingin melanjutkan pendidikan adalah masalah biaya terlebih biaya pendidikan saat ini tidak bisa dikatakan murah. Masalahnya akan menjadi semakin berat bagi mereka yang punya keterbatasan ekonomi. Maka tak heran banyak orang setelah selesai S1 memilih untuk mencari pekerjaan dibandingkan melanjutkan sekolah.  Alasannya cukup realistis, mereka dituntut untuk mencari penghidupan dengan bekerja. Rasa tidak enak pada orang tua jika selesai kuliah masih menggantungkan hidup pada mereka pun tak jarang menjadi alasan seseorang menunda kuliah.

Di sinilah beasiswa hadir sebagai solusi bagi mereka yang punya keinginan kuat melanjutkan kuliah dengan mencoba peruntungan mendaftar beasiswa. Saya meyakini setiap orang punya hak sama untuk menjadi penerima beasiswa terlebih saat mengetahui bahwa ada begitu banyak beasiswa berseliweran di sekitar kita hanya saja tak banyak orang yang mengetahui. Mulai dari beasiswa dari Pemerintah, Perusahaan, instansi tertentu, bahkan beasiswa dari Negara luar untuk putra-putri Indonesia menambah daftar panjang beasiswa di Indonesia. Maka bersama ini saya juga lampirkan jenis-jenis beasiswa yang bisa teman-teman akses khususnya di tahun 2017 ini sebagai tambahan informasi.

Bergabungnya saya di LPDP dengan menjadi salah satu awardee semakin menambah keyakinan saya bahwa setiap orang punya hak sama untuk memperolah beasiswa. Di LPDP saya dipertemukan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Dari anak seorang pejabat, artis, seniman, PNS, Dokter, karyawan Perusahaan, Dosen, Fresh graduate hingga anak petani. Tidakkah ini cukup menjadi bukti bahwa kita semua punya hak sama untuk memperoleh beasiswa?

Bola itu mesti dijemput, pun halnya dengan beasiswa. Saat mengetahui bahwa ada begitu banyak beasiswa di sekitar kita maka baiknya kita mempersiapkan diri untuk menjemput itu. Persiapkan diri sebaik mungkin untuk memenuhi kualifikasi sebagaimana yang dipersyaratkan para penyedia beasiswa karena masing-masing punya penilaian tersendiri untuk dijadikan sebagai tolak ukur layak tidaknya seseorang menerima beasiswa.

Sebagai penutup saya mengutip kata-kata dari Imam Syafi’I  “Jika kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan” sebagai pemantik semangat kita untuk tak pernah lelah belajar karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk pembelajar.

wp-15082840688721289140705.jpg
Sumber: Kelas Motivasi 10

Kalau mau tau apa saja yang kami diskusikan, berikut link untuk sesi tanya jawab saat sharing di kelas motivasi 10 berlangsung Jawaban Sesi Tanya Jawab Kelas Motivasi ke 10 (Autosaved).docx

Tuhan dan Anak Kecil

Aku belum lagi mampu menemukan Tuhan namun pertanyaan adik sepupuku tentang dimana Tuhan dan bagaimana rupaNya semakin menyulitkanku untuk menjawabnya. Ini bukan hanya tentang sekuat apa pengetahuan kita gengam tetapi lebih dari itu adalah sejauh mana kita memahami bahasa anak kecil dan mampu menyampaikan dalam bahasa dan logika mereka.

Jika selama ini, aku sering dikejutkan oleh pertanyaan anak kecil tentang hal-hal tak terduga dan tingginya keingintahuan mereka tentang suatu hal melalui bacaan seperti kisah dalam novel “Di Tanah Lada” maupun “Dunia Sophie”, maka kali ini aku pun harus mempersiapkan telinga dan jawaban untuk pertanyaan dari salah seorang adik sepupuku kala menanyakan tentang Tuhan. Aku terdiam, sembari memikirkan bahasa yang pas untuk menjawab pertanyaannya. Aku mencoba meraba-raba jawaban dari apa yang pernah aku dapatkan namun aku tak mampu merangkai kata sesuai dengan bahasa anak kecil. Jadi kubilang saja pada adik kecilku itu untuk menungguku sampai aku pulang dan akan menjawab pertanyaannya nanti saat kami bertemu. Dan dengan tenang dia berkata “Iya”. Jawaban iya itu melegakanku karena tak ada tuntutan untuk menjawab tanyanya saat itu juga dan artinya sebelum aku pulang, aku harus sudah menemukan jawaban dari pertanyaannya itu. Bukan, bukan aku tak punya jawaban untuk itu hanya saja aku belum mampu berbahasa layaknya anak kecil. Betapa bodohnya aku.

Pertanyaan adik kecilku itu semakin meyakinkanku bahwa orang dewasa harus cerdas terlebih untuk menghadapi pikiran anak kecil yang kadang di luar dugaan manusia dewasa. Melarang mereka menanyakan apa yang ingin mereka ketahui sungguhlah tak bijak. Sibuk mempelajari bahasa tingkat tinggi sampai lupa bahwa ada anak kecil yang tak memerlukan bahasa tingkat tinggi namun penting untuk perkembangan mereka. Karena anak kecil adalah kitab yang meski kita baca sekaligus guru terbaik manusia dewasa. Maka memahami anak kecil mesti dimulai dari memahami bahasa mereka. Ego manusia dewasa terlampau sering menyingkirkan dunia anak.

Dan lebih menohok bagiku adalah karena aku perempuan, calon ibu. Pikirku, jika manusia dewasa seperti seperti saya tidak mampu menjawab tanya seorang anak kecil bagaimana kelak aku akan menjawab pertanyaan anak-anakku. Maka celakalah aku sebagai perempuan. Dan tidakkah anak-anakku akan menyesal punya ibu seperti saya. Tugas Perempuan sebagai pencerita dan tentunya ia perlu membaca dan mengetahui banyak hal utamanya bahasa untuk menyampaikan bahasa yang bisa diterima oleh anak kecil bukan dengan langsung melarang mereka bertanya dan mematikan sikap kritisnya. Betapa diri masih begitu bodoh. perempuan harus cerdas, bukan hanya cerdas mempercantik diri atau mengikuti trend tapi cerdas untuk menghasilkan anak-anak kata untuk anak-anak yang kelak ia lahirkan karena kita tak bisa menduga-duga pertanyaan yang mungkin diajukan oleh anak kecil.

Dan kini aku semakin mengerti betapa Perempuan harus cerdas.

 

Pare 30 Maret 2016 (Kelas Bahasa SMART)

Contoh Essay LPDP

Sebuah pesan tiba-tiba masuk di WA ku. Seorang teman memintaku untuk berbagi pengalaman di kelas motivasi yang dia prakarsai bersama teman PK (Persiapan Keberangkatan). Permintaan itu pula mengingatkan pada janji yang belum tuntas aku bayarkan setelah dinyatakan lulus dan berhak menyandang status sebagai awardee LPDP. Ya sudah tak iyakan saja. hhehehe

Salah satu pertanyaan yang muncul dari diskusi tersebut menanyakan tentang cara menulis essay yang bagus. Dan itu juga pertanyaan yang beberapa teman pernah sodorkan padaku saat awal-awal mereka mengetahui saya diterima sebagai awardee LPDP. Mereka minta dikirimkan essay milikku sebagai rujukan penulisan essay. Maka melalui tulisan, saya ingin berbagi dengan teman-teman mengenai pengalaman saya menuliskan essay saat mendaftar LPDP.

Essay merupakan salah satu prasyarat dalam melakukan pendaftaran administrasi LPDP. Ada dua jenis essay yang harus dituliskan para scholarship hunter yaitu essay kontribusiku untuk Indonesia dan sukses terbesar dalam hidup. Selain dua essay tersebut, para calon penerima beasiswa juga harus menuliskan rencana study yang kelak akan dilakukan jika dinyatakan diterima LPDP. Untuk rencana study umumnya berisi gambaran singkat mengenai perjalanan waktu kuliah nantinya bakal digunakan untuk apa. Dalam rencana study ini sangat penting untuk mengetahui kampus tujuan, jurusan yang dipilih, mata kuliah dan rencana tesis serta kegiatan lain penunjang akademik dan pengalaman selama masa study. Karena kesuksekan suatu perjalanan itu salah satunya berawal dari rencana yang matang, sangat dianjurkan bagi teman-teman untuk menuliskan rencana study secara jelas.

Untuk penulisan dua essay lainnya, poin penting untuk diperhatikan yaitu harus jujur. Karena kedua essay ini bersifat pribadi, artinya teman-teman harus menuliskan kontribusi dan kesuksesan yang memang pernah dialami dan nantinya ingin dicapai. Berbicara tentang kesuksesan, masing-masing kita tentu punya sudut pandang tersendiri tentang rupa kesuksesan itu seperti apa. Tuliskan pencapaian yang menurut teman-teman itu merupakan sebuah capaian prestasi (kesuksesan). Kesuksesan tersebut seperti apa, tergantung sudut pandang teman-teman dalam menilai kesuksesan.

Untuk memudahkan penulisan, teman-teman bisa menemukan panduan garis besar dan poin-poin yang harus disampaikan dalam tulisan dengan mendownload panduan pendaftaran. Ada bagian tertentu yang membahas tentang format penulisan essay. Dan untuk membantu menemukan inspirasi, bisa dimulai dengan membaca contoh essay awardee yang lebih dulu diterima dan membagikan pengalaman mereka di blog pribadi. Dari situ akan banyak muncul contoh dan pengalaman para awardee LPDP saat melakukan tahap yang sama dengan apa yang teman-teman perjuangkan saat ini. Ingat, rujukan tidak sama dengan mencontek atau copy paste yah.

Tips dan trik menulis essay? Kalau untuk sistematika penulisannya teman-teman bisa search di berbagai blog pribadi lainnya. Ada banyak kok di sana. Lewat tulisan ini saya hanya membagi tentang konten tulisan/essay secara umum seperti apa. Ini pengalaman saya pribadi yak.

Usahakan saat menulis essay (khususnya untuk seleksi berkas) jangan copas. Karena essay yang teman-teman tulis itu nantinya akan dipertanggungjawabkan saat wawancara. Pertanyaan interviewer umumnya dan hampir seluruhnya muncul berdasarkan essay yang telah dikirimkan. Biar tidak kewalahan saat menjawab pertanyaan, essay harus sesuai dengan kondisi teman-teman sendiri. Jadi mau diputar sejauh apa pun pertanyaan interviewer insyallah bisa dijawab karena sudah menguasai essay.

Bagi teman-teman yang masih merasa kesulitan dalam menulis, saatnya anggapan seperti itu dihilangkan dalam benak. Toh, belajar menulis sudah kita lewati dalam proses panjang terutama saat menyusun skripsi. Panjangnya perjuangan menuntaskan skripsi tentu masih tak kalah berat jika dibandingkan dengan menulis essay. So, jangan pesimis apalagi berpikir bahwa tak punya kemampuan menulis terlebih yang bakal kita tulis dalam essay itu tak jauh-jauh dari pengalaman hidup yang telah kita lalui dan perjalanan hidup kita nantinya.

Nah, bagi yang belum terbiasa menulis. Berikut saya bagikan pengalaman saya saat menuliskan essay khususnya essay “Kontribusi untuk Indonesia”

  1. Buat poin-poin yang ingin disampaikan dalam essay. Mulailah dengan perkenalan diri terlebih dahulu, kemudian berikan gambaran umum kondisi di lingkungan teman-teman seperti apa, masalah yang dihadapi dan fakta-fakta atau pengalaman lainnya.
  2. Ceritakan pengalaman yang pernah, sedang dan akan teman-teman lakukan sebagai wujud kontribusi untuk Indonesia. Jangan berpikir terlalu jauh tentang kontribusi karena bisa saja menjebak kita dengan pikiran tak pernah berkontribusi karena belum melakukan hal besar. Ingat bahwa hal-hal kecil yang pernah kita lakukan boleh jadi punya kontribusi tak terduga. Pengalaman terjun ke masyarakat saat berorganisasi contohnya. Bahkan belajar pun merupakan salah satu bentuk kontribusi kita untuk Indonesia. Intinya pengabdian untuk Indonesia.
  3. Jelaskan solusi yang bisa teman-teman tawarkan untuk menghadapi masalah tersebut. Bagian ini berkaitan dengan bagaimana teman-teman nantinya memposisikan diri sebagai agen of change dengan didukung bidang keilmuan atau pengalaman lainnya yang kelak dijalani. Pada bagian ini juga akan menjawab pertanyaan kontribusi yang kelak akan kita lakukan untuk Indonesia.
  4. Endapkan sejenak tulisan yang telah dibuat untuk kemudian dibaca kembali dan diperbaiki pada bagian tertentu yang menurut teman-teman masih kurang.

Demikian gambaran singkat saya saat menulis essay. Untuk selanjutnya, berikut saya lampirkan essay “Kontribusiku untuk Indonesia” yang saya gunakan saat pendaftaran LPDP Batch 3 2016. Semoga bermanfaat.

 “Kontribusiku Untuk Indonesia”

Saya menyelesaikan studi sarjana di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada  jurusan Akuntansi. Selama kuliah aktif berorganisasi ekstra dan intra kampus. Kampus dan pengalaman organisasi inilah yang mengajarkan Saya betapa pentingnya pendidikan untuk kita. Hidup itu tentang belajar maka berhenti belajar berarti membiarkan hidup kita tanpa arah.

Keberadaan beasiswa afirmasi menjadi anugrah tersendiri bagi kami khususnya saya pribadi. Lahir dan dibesarkan di Polewali Mandar, daerah dalam daftar 3T LPDP sejujurnya menjadi sesuatu yang mesti disyukuri sekaligus memprihatinkan. Ini menjadi tantangan bagi kami para generasi mudaMandar untuk memanfaat peluang demi kemajuan. Dan beasiswa afirmasi menjadi salah satu jalan bagi kami untuk turut andil dalam memajukan daerah dengan diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Jika ditanya kontribusi apa yang telah, sedang dan akan saya berikan untuk negeri ini, Saya hanya bisa menjawab dengan gagap karena sampai hari ini belum ada hal nyata saya berikan selain semangat untuk terus belajar. Namun saya yakin semangat itu pula kelak akan membuka jalan untuk turut memberikan kontribusi nyata terhadap negeri ini khususnya di tanah tempat saya dilahirkan. Pengalaman organisasi dengan berbagai program kerja membawa saya dalam sebuah ruang nyata dan menunjukkan betapa tangan kita meski hanya dua ini banyak dibutuhkan oleh orang lain. Pengalaman itu telah mengalirkan semangat dalam diri dan mengusik naluri agar berbuat sesuatu untuk negeri. Maka menjadi orang berilmu mesti menjadi sebuah keharusan.

Jika dipercayakan menerima beasiswa ini, saya akan mendalami studi keilmuan akuntansi dengan harapan mampu membuka pemahaman saya secara lebih luas tentang akuntansi. Pemahaman  selama menempuh jalur pendidikan S1 ingin saya kembangkan karena apa yang pernah saya dapat masih sangat minim dan butuh pendalaman. Terlebih gambaran bahwa ilmu akuntansi bukan hanya menyangkut hitung-hitungan materiil/untung rugi tetapi jauh melampaui aspek kemanusiaan, kebudayaan dan spiritual baru saya dapatkan pada semester-semester akhir perkuliahan. Kajian akuntansi multiparadigma itu semakin mendorong semangat dan rasa penasaran saya untuk mendalami akuntansi.

Menjadi pengajar adalah tugas mulia karena dialah mata rantai peradaban suatu bangsa sehingga tidak boleh putus. Setelah memperoleh pendidikan dan mendalami keilmuan akuntansi, Saya ingin meneruskan hasrat untuk berbagi dan belajar melalui mengajar serta menemukan sesuatu yang baru dengan menjadi seorang pendidik dan peneliti akuntansi. Indonesia kaya akan budaya dan menyertakan itu dalam praktik akuntansi bukanlah sesuatu yang mustahil karena itu telah menyatu dengan diri masyarakat Indonesia. Ini pulalah mimpi saya,bisa melihat Indonesia berdiri dalam praktik akuntansi dan tetap bernilai keindonesiaan.

Kurangnya tenaga pendidik khususnya dosen di Polewali Mandar menjadi salah satu alasan yang mendorong semangat saya untuk memperoleh beasiswa ini dan melanjutkan studi pada tingkat yang lebih tinggi. Harapan untuk menjadi pendidik dilandasi oleh keinginan untuk mengabdikan diri dalam dunia pendidikan ditambah kenyataan sedikitnya jumlah dosen akuntansi di Polewali Mandar terlebih setelah diresmikannya status UNSULBAR menjadi negeri sehingga semakin dibutuhkan dosen yang berasal dari Polewali Mandar. Kebanyakan dosen berasal dari luar daerah dan hal ini tak jarang memengaruhi proses belajar-mengajar di kampus.

Berkontribusi berarti memberi dan untuk memberi tentu harus punya sesuatu untuk diberikan. Memberi dan diberi adalah dua hal tak terpisah. Seseorang tak kan mungkin bisa memberi jika tak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain. Pun yang diberi tak akan menerima sesuatu jika tak ada yang memberi. Jadi untuk bisa berkontribusi untuk negeri kita harus bersiap untuk diberi dan memberi. Disinilah kontribusi untuk negeri kita mulai bangun, sejak awal menjaga semangat diri untuk belajar kemudian membagikannya dengan mengajar. Maka saya pun harus memantaskan diri untuk itu.

Ini tentang Ruangmu

Ini bukanlah sebuah testimoni untuk mencari pelanggan ataupun member.

Sederhana, itulah SMART ILC. Meski sederhana namun di tempat inilah pelajaran berharga itu aku temukan. Bukan hanya satu, dua pun tiga tapi banyak.  Aku tak ingat betul bagaimana hatiku bersuara saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat kursusan teramat sederhana di Pare ini. Pun aku tak mendengar bisikan penolakan sedikitpun dari dalam diriku saat kuputuskan untuk belajar di tempat dengan hanya beratapkan dan berdindingkan bambu bahkan kadang tanpa ruang kelas sama sekali ini karena bawah pohon pun disulap menjadi tempat belajar. Intinya diriku mengiya saat waktu telah mempertemukan kita dalam ruangmu.

Rupanya kita berjodoh. Jodoh tak hanya milik pasangan kekasih ataupun suami-istri, bukan? karena pertemuan pun sebuah perjodohan. Dan takdir Tuhan telah menjodohkan kita dengan cara terindah.

Awal perkenalanku denganmu bukanlah saat kita bertemu secara pribadi. Seorang teman telah lebih dulu mengenalkan tentangmu sesaat sebelum kuputuskan untuk berangkat ke Pare. Saat itu aku meminta rekomendasi perihal kursusan yang bagus di Pare ini. Dan sekian nama ia sebutkan namun namamu paling kuat dalam ingatanku dan cukup membuatku penasaran. Hanya saja google pun tak mampu mengobati rasa penasaran itu karena saat memasukkan keyword ke dalam mesin google untuk menyapamu lebih dekat ia tak bisa memberikan informasi lebih tentang dirimu. Ternyata kuasa Tuhan lebih indah. Saat tiba di Pare, aku disambut oleh camp ASSET (Association of Sulawesi Students) yang ternyata begitu dekat dengan dirimu tak hanya jarak tapi lebih dari itu. Ini adalah sesuatu yang aku tau kemudian. Tempat ini lalu menjadi saksi perjalanan dan perburuan ilmu yang ku lakoni selama di Pare seperti halnya dirimu. ASSET dan SMART ILC, di tempat kalian ruang belajar itu aku temukan karena waktuku memang lebih banyak dihabiskan dalam lingkaran kalian selama di Pare.

Kelas EG (Elementary Grammar) mengawali perkenalan kita. Maka apa yang temanku katakan kala itu bahwa Grammar SMART ILC memang terbaik dibanding tempat lain terbukti di depan mataku. Baru level dasar tapi kami tak kuasa menyembunyikan betapa bodohnya kami. Ada saja soal-soal pengecoh yang sering membuat kami menertawakan kebodohan sendiri, namun hal itu justru membuat kami merasa tertantang. Maka mestilah tutor SMART ILC harus piawai pula dalam materi Grammar. Walau penampilan kadang urakan tapi isi otak tidak bisa disamakan dengan penampilan karena kemudian aku tahu mereka pun menggilai buku dan candu laku baca.

Di kelas grammar kita bisa menggila. Tak ada sekat antara guru dan murid. Semua berbaur meski pada awal kelas rasa segan satu dengan lain masih sangat terasa, namun lambat laun bahkan tak butuh waktu lama rasa segan itu menghilang hingga tercipta kegilaan semata. Semakin tinggi level menaungi, kegilaan itu bukannya sembuh malah semakin menjadi-jadi sementara materi semakin nyata menelanjangi kebodohan kami. Kau tau, Grammarmu begitu membuatku penasaran hingga harus memperpanjang waktu untuk tetap tinggal di Pare demi menuntaskan kelas yang tak mudah untuk ditinggalkan. Untung saja kau menawarkan cara belajar santai karena kalau tidak bisa gila kita karena grammar yang belibet.

Waktu terus berjalan hingga tak terasa hitungan bulan itu telah melewati angka tak lagi muda. Lantas aku sadar bahwa kegilaan itu tak hanya berlaku di kelas grammar tapi di semua kelas milikmu. Speaking, Pronunciation bahkan Kelas bahasa. Di sinilah kenyamanan belajar itu aku temukan. Santai tapi serius, demikian suasana kelas itu kami lalui. Tak peduli dibilang bodoh, jangkrik, gigimu, gundulmu, masyarakat jahiliyah, dobokeh bahkan geblek karena mereka telah menjadi kata yang akrab di telinga kami. Rasa segan pun kadang tak ada lagi di antara guru dan murid tapi tak berarti kita diajari kurang ajar.

Hal lain yang membuat ruangmu berbeda adalah meskipun kita belajar Bahasa Inggris tapi selalu ada selipan lain untuk kami belajar. Tentang budaya gesek dan traktiran, dua hal yang sering bikin ngilu namun sekaligus mampu memecah tawa. Mereka mengajarkan kami bahwa kebersamaan itu justru sering kita dapatkan dari hal gila. Dan lagi perihal PT (Placement Test), telah mendidik kami untuk menjadi aktivis dan petarung hanya untuk menguji kelayakan kami untuk masuk level selanjutnya. Belakangan aku tau tujuan PT tak hanya itu tapi juga sebagai bahan evaluasi bagi para tutor sendiri. Tak kalah membelalakkan mata adalah tentang kedisiplinan selama berlangsungnya PT dan ini mengajarkanku betapa hebat manajemen dan rasa tanggungjawab kau terapkan.

Aku terkesan. Terkesan dengan dirimu yang ibarat Bunglon. Kau kaya akan warna dan warna terindah milikmu itu pula turut memberi warna pada sayapku yang sempat pudar. Yah.. kelas bahasa. Di sinilah diriku aku temukan. Kau pasti turut mendengar percakapanku dengan Miss Uun kala itu saat perkenalan diri di kelas bahasa. Ku katakan alasanku ikut kelas ini karena aku suka menulis dan ingin belajar menulis. Namun, ternyata kau memberiku lebih. Sesuatu yang tak pernah aku duga sebelumnya aku dapatkan di kelasmu satu ini. Meski lagi-lagi aku harus siap ditelanjangi dan ditampar dengan kenyataan betapa bodohnya aku. Tapi tak mengapa karena ini serupa kado tak terduga yang aku temukan di Pare. Indah bahkan sangat indah. Dan jauh lebih mahal dibanding semua hal yang telah aku dapatkan. Aku seolah tersesat namun akhirnya jatuh pada bilik terindah di antara kursusan Bahasa Inggris di tanah Pare ini.

Aku seperti terbius hingga sulit untuk lepas darimu. Cara baca dan laku ajar para tutor yang kau miliki telah mengajarkanku betapa waktu tak untuk disiakan tapi sanggupkah aku mengikuti mereka? Entah. Laku guru yang mereka ajarkan dan apa yang aku terima di kelas bahasa bahwa kita semua adalah guru dan murid sekaligus rupanya seperti itu yang coba kamu terapkan. Itu yang aku tangkap dan aku mencoba memahami itu.

Aku selamanya akan mengingatmu tak hanya sebagai tempat kursus grammar terbaik, tapi dirimu adalah ruang dimana ilmu bertebaran itu menetap. Dan pertemuan denganmu adalah kebahagiaan bagiku. Ada banyak kata oleh para tutor pernah ucapkan sering terngiang di telingaku dan memberi sesuatu bagi pemikiranku. Aku sering berpikir keras, sungguh.

Di tempatmu aku belajar mengIqra’. Kata yang sering Miss Uun gaungkan di kelas bahasa. Bahkan membaca dirimu pun coba aku lakukan. Bukankah engkau yang mengajariku tentang laku baca? Maka ijinkan aku untuk membacamu.

Dari SMART ILC aku belajar bahwa sederhana itu amat bermakna. Tetaplah kesederhanaan itu kau jaga karena dialah yang membuat kami selalu merindu untuk kembali menimba di kedalaman sumur ilmu yang kau punya. Dan untuk semua tutor yang tanpa pernah letih berbagi ilmu dan kegilaan bersama kami. Aku menganggapmu bukan hanya sebagai guru tapi teman, keluarga dan menjadi jodoh terindah dari Tuhan dalam perjalanan hidupku. Terkhusus untuk Miss Uun terimakasih untuk telah dan bahkan tak henti mengingatkan kami pada perintah pertama Tuhan yaitu Iqra’. Sesuatu yang masih sering alpa aku kerjakan.

Bekasi, 28 Mei 2016

 

Pare, “kampung” atau “kota” Inggris?

“Kelak Pare akan berubah nama, bukan lagi kampung Inggris tapi kota Inggris”

Pare, atau lebih dikenal sebagai Kampung Inggris atau perkampungan Inggris merupakan tempat belajar terfavorit dan terbaik bagi kebanyakan orang di Indonesia. Namanya kampung/perkampungan sudah semestinya tempat ini menampilkan nuansa layaknya sebuah kampung.  Dan  tempat di mana kampung Inggris ini berpijak adalah sebuah desa sehingga orang  pertama yang menyebut Pare sebagai kampung Inggris mungkin saja tak ingin melepaskan jiwa di tanah mana tempat perburuan ilmu bahasa inggris ini berpijak yaitu kampung.

Kampung dalam KBBI adalah kelompok rumah yang merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah) dalam kata sifatnya bermakna keterbelakangan (belum modern); berkaitan dengan kebiasaan di kampung. Merujuk pada definisi di atas kampung tak lepas dari hidup biasa saja alias sederhana. Sayangnya, kampung Inggris itu kini tengah menghadapi gempuran besar-besaran. Berbagai tempat nongkrong bermunculan. Mini market, Cafe, Warkop dan berbagai tempat lain membuat kita lupa bahwa kita sedang berada di sebuah kampung. Wajah kampung itu hendak bermetamorfosis atau lebih tepatnya dimetamorfosiskan menjadi kota.

Peningkatan jumlah tempat nongkrong  kian tak terkendali memicu para pemburu ilmu terjebak hingga berselingkuh dari niat awal untuk belajar menjadi nongkrong sepanjang malam sembari menikmati beragam sajian musik, makanan dan minuman . Pare seakan punya dua kepribadian. Siang jadi tempat belajar dan memasuki jam malam berubah menjadi tempat nongkrong. Tempat bertemunya anak-anak muda yang butuh hiburan. Maka wajar jika ada yang mengatakan bahwa Pare bukan lagi sebagai tempat belajar tetapi sebagai tempat rekreasi. Dan rekreasi itu kini berpindah ke tempat nongkrong.

Bukan hanya tempat nongkrong, kehadiran kos-kosan dan boarding house pun menjadi hal penting. Laju jumlah pengunjung Pare begitu pesat menuntut mereka untuk memperbanyak diri pula. Jika tidak, maka dimana para pelancong ilmu akan tinggal? Dan kehadiran perumahan di depan mataku ini meski masih menunggu untuk lahir itu menjadi  salah satu upaya untuk menunjukkan eksistensinya. Kalau toh itu bukan perumahan tapi rupanya menyerupai perumahan. Kegelisahanku muncul. Jika kelak perumahan mampu menghasilkan keuntungan melimpah maka akan mengundang bertumbuhnya perumahan-perumahan baru yang akan membunuh sawah-sawah di Pare ini.

Hal terbaru yang juga mengancam Pare adalah kehadiran acara beberapa hari lalu yang diselenggarakan oleh salah satu produsen rokok yang tak lupa memasang SPG. Dan jumlah penontonnya sampai membludak. Penontonnya tak lain para anak muda yang (awalnya) datang ke Pare untuk belajar. Boleh jadi Pare harus mempersiapkan diri menyambut kehadiran tamu-tamu  tak terduga lainnya.

Jika sudah seperti ini, masih pantaskah Pare disebut sebagai Kampung Inggris ataukah Pare sebagai kampung Inggris harus siap untuk ditinggalkan karena segala yang berbau kampung itu akan ditinggalkan. Dan lagi kondisi Pare sudah tak lagi sebagaimana makna kampung itu sendiri.

Pare, 4 April 2016

 

Perempuan harus Menulis

“Perempuan harus menulis!” itulah catatan yang dituliskan oleh Mas Wiwid  dalam bukunya USAI: MEMBACA dan MENULIS. Tanda tangan berlampir pesan dari seorang penulis muda yang semoga mampu menyebar virus-virus kepada generasi muda lainnya untuk terus membaca dan menulis.

Singkat namun mengusik. Mengusik naluriku sebagai Perempuan. Bahwa perempuan bukan hanya bertanggungjawab mengurusi kasur, sumur dan dapur tapi juga pena. Perempuan harus menulis. Karena persoalan perempuan tak akan pernah habis untuk dibahas. Bahkan persoalan-persoalan itu terus muncul justru di saat perempuan semakin memperoleh kebebasan. Lena oleh kebebasan hingga lupa bahwa perempuan tidak sedang berada dalam kondisi baik-baik saja. Maka perempuan mesti punya andil dalam menuliskan dirinya karena perempuan jauh lebih mampu menyelami jiwa keperempuannya dibanding kaum lelaki.

Menjadi perempuan penulis bukanlah sebuah perjalan singkat pun mudah. Perempuan harus belajar menjadi pembaca sejati dan pencerita. Itulah perempuan. Mahluk bahasa yang sepanjang hidupnya akan bergelut dengan bahasa. Madrasah pertama penentu arah peradaban dunia.  Maka benarlah apa yang sering Miss Uun katakan bahwa Perempuan harus menghasilkan anak-anak kata bukan menstruasi kata.

Pesan Mas Wiwid bahwa perempuan harus menulis boleh jadi merupakan bentuk penyadaran terhadap kaum perempuan. Jika seorang lelaki seperti Mas Wiwid berkata perempuan harus menulis tentu saja ia sudah sadar betapa goresan pena perempuan amat berharga. Lalu sudahkah kita sebagai perempuan sadar akan hal ini?. Jika ia, di antara sekian banyak buku perempuan semestinya ditulis oleh perempuan itu sendiri. nyatanya, justru lebih banyak kaum lelaki tertarik membahasakannya.

Perihal menulis, “Seno Gumira Ajidarma dalam novel Naga Bumi (2009) bercerita Betapa benda mati layaknya goresan pena berupa tulisan dari seorang penulis mampu menghidupkan jiwa dan pemikiran pembaca. Seno Gumira memberikan seruan bahwa laku sebagai penulis meski hanya menghasilkan benda mati berupa tulisan namun mampu menghidupkan dan menggerakkan yang hidup. Lalu, jika perempuan pencerita mampu menulis betapa banyak yang bisa ia hidupkan.

menulis-sebagai-terapi
sumber gbr : http://www.rosediana.net

 

Dalam Stereotip: Mandar dan Doti’

Untuk kali kesekian statement meluncur dari mulut-mulut yang senang men-generalisasikan sesuatu yang sebenarnya tak semestinya digeneralisasikan. Dan umumnya bermula dari sini

T  : Orang apaki?

S  : Polman

T  : Mandar berarti di’? Kuat itu doti’-doti’ nya. Banyak baca-bacanya

S   : *#$%@*&$^!*#$????

“Mandar itu sangat kuat doti’-doti’ nya”, seperti itu kiranya tanggapan sebagian orang selama ini tentang Mandar. Lebih tepatnya Orang Mandar. Sejak kali pertama berimigrasi ke Makassar menjadi anak rantau, entah sudah berapa banyak statement serupa disodorkan padaku. Andai saja itu makanan, Saya tanpa perlu bersusah-payah memasukkannya ke dalam mulut kemudian mengunyahnya dan menelannya hingga masuk ke dalam perut namun sudah bisa membuatku merasa kenyang. Sayangnya, meskipun makanan dan statement itu sama-sama mengenyangkan, tapi tetap saja mereka mengenyangkan tempat yang berbeda.

Terjebak. Demikian kondisi yang Kita alami. Terjebak dalam kesalahan berpikir  men-generalisasikan sesuatu yang hanya berangkat dari satu-dua kasus rujukan yang seringkali diambil dari pengalaman pribadi seseorang.  Kesalahan berpikir seperti ini yang oleh Kang Jalal dalam bukunya “Rekayasa Sosial” disebut dengan Fallacy of Dramatic Instance. Suatu kecenderungan orang untuk melakukan over-generalisation. Akibatnya muncul stereotip pada benak kita pada saat memandang seseorang, sesuatu atau tempat.

Sebagai Towaine Mandar, Saya tak pernah tahu secara pasti dasar pemikiran tersebut. Namun, kesimpulan itu takkan muncul dengan sendirinya jika tak ada sebab yang mendahului. Sebab itu boleh jadi berangkat dari pengalaman. Pengalaman yang dirasakan langsung ataupun didengar dari orang lain. Tak hanya itu, Saya pun tak pernah tahu dari mana awal nenek moyang orang-orang Mandar memiliki kemampuan seperti itu. Dan hal lain yang juga tak Saya mengerti adalah bagaimana cara kerja dari doti’ itu hingga mampu membuat Orang lain bahkan Saya terkadang percaya bahwa memang ada ilmu seperti itu.

Masih tentang ketidaktahuan Saya tentang doti’. Jika persoalan kecil seperti doti’ ini bisa kita pusingi. Kenapa kita seakan tutup mata dengan kondisi Bangsa yang semakin memprihatinkan? Kenapa Kita tidak jadikan saja doti’ sebagai alat untuk mengubah watak-watak yang tak beres menjadi lebih pro terhadap rakyat? Adakah doti’ itu bisa kita gunakan untuk memperbaiki bangsa ini? Bukankah lebih baik demikian daripada digunakan untuk hal yang tak penting dan merugikan orang lain bahkan sampai harus kehilangan nyawa? Bukankah selain Mandar masih banyak daerah di Indonesia yang beberapa Masyarakatnya punya kemampuan demikian? Mungkin kalau Mereka bersatu bisa membawa perubahan untuk Indonesia. Dan kenapa pula doti’ seakan dipergunakan hanya untuk hal-hal yang tak baik saja? Entahlah???

Stereotip tentang Mandar dan doti’ hanyalah satu dari sekian banyak contoh kesalahan berpikir yang lazim terjadi di sekitar kita. Lantas jika seperti itu, akankah kita juga berpikir bahwa negeri asing jauh lebih baik karena tak mengenal hal serupa?

*Dan Sepertinya otak Saya pun semakin tidak beres karena doti’.

amirzuhdi.com